Senin, 30 Januari 2012


LATAR PSIKOLOGIS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Konsep Belajar
Belajar adalah proses psikologi yang dilakukan secara sadar dan  merupakan cerminan instropeksi diri akan rasa kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri si pembelajar. Bisa dikatakan demikian karena kenyataan orang akan belajar jika dia merasa tidak tahu dan ada dorongan rasa ingin tahu. Begitu pula sebaliknya, orang tidak akan belajar kalau dia sudah tahu dan merasa cukup tahu akan pengetahuannya. Pengertian ini adalah logika berpikir sederhana penulis berdasarkan kenyataan.


Pembelajaran vs Pemerolehan
Pembelajaran dan pemerolehan sangatlah berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada unsur kesengajaan dalam melakukan kegiatannya. Dalam kegiatan pemerolehan, pembelajar dimulai dengan unsur ketidaksengajaan. Pembelajar melakukan kegiatan  memungut” (picking it up), yaitu mengembangkan kemampuan berbahasa dalam situasi komunikatif alamiah, sebagaimana contoh: anak-anak memperoleh bahasa pertama (B1) dan (dimungkinkan pula) B2 mereka. Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran dilakukan dengan sengaja dalam rangka mengembangkan kemampuan yang sudah didapat dalam tahapan “pemerolehan” tadi. Secara ringkas kegiatan pembelajaran adalah fase lanjutan dari kegiatan pemerolehan.


Bakat Bahasa dan Tujuan Pembelajaran
Berbicara bakat, sepertinya akan berbicara tentang anggapan faktor genetic yang sulit untuk diubah. Banyak orang yang gagal dalam melakukan atau belajar sesuatu, dan sangat puas ketika dikatakan tidak berbakat. Sebagai contoh: mahasiswa sudah bertahun-tahun belajar bahasa Inggris tetapi selalu gagal. Disimpulkan bahwa mahasiswa tersebut tidak berbakat untuk belajar bahasa inggris. Apakah demikian? Hakikat bakat itu sebenarnya memang hasil pembawaan lahir, tetapi konsep tersebut bukan konsep final. Bakat bisa dibentuk dan ditumbuhkembangkan dengan motode banyak berlatih. Ada pepatah jawa yang mengatakan “Iso Mergo Kulino”. Kulino yang dimaksud dalam hal ini adalah kebiasaan dengan didasri dengan motivasi dan kemauan yang keras. Begitu juga dengan bakat bahasa. Bakat bahasa dapat dibentuk dan ditingkatkan melalui latihan serta diimbangi dengan motivasi dan kesempatan. Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bakat bahasa memang merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pembelajaran bahasa tetapi bukan merupakan key factor. Masih banyak faktor lain seperti latihan, motivasi dan kesempatan.

Selasa, 17 Januari 2012


TEORI MARXISME DAN APLIKASINYA DALAM KAJIAN SASTRA

Budi Jatmiko

A. PENDAHULUAN
Marxisme atau komunisme lahir dari konteks masyarakat industri Eropa. Revolusi industry di Eropa pada abad-19, menciptakan kesenjangan sosial di masyarakat. Kesenjangan ini terjadi antara kaum borjuis ( pemilik modal ) dengan kaum proletat, kaum petani miskin dengan para tuan tanah, warload dan kapitalis (negara Cina). Kondisi-kondisi dan kemungkinan-kemungkinan teknis sudah berkembang dan merubah proses produksi industrial, tetapi struktur organisasi proses produksi dan struktur masyarakat masih bertahan pada tingkat lama yang ditentukan oleh kepentingan-kepentingan kelas atas. Jadi, banyak orang yang dibutuhkan untuk bekerja, tetapi hanya sedikit yang mengemudikan  proses produksi dan mendapat keuntungan. Karena maksud  kerja manusia yang sebenarnya adalah menguasai alam sendiri dan merealisasikan cita-cita dirinya sendiri, sehingga terjadi keterasingan manusia dari harkatnya dan dari buah atau hasil kerjanya.
Melihat  keadaan seperti itu, membuat beberapa tokoh  seperti Karl Marx dan Jurgen Habermas (neo-marxisme) melakukan kritik melalui pemikiran untuk merubah keadaan tersebut. Di bawah ini akan dibahas tentang tokoh marxis dan konsep pemikirannya serta aplikasi dalam kajian sastra.

B. TOKOH-TOKOH MARXISME

1.    KARL HEINRICH MARX 
(Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883)
Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl. Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835. Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana.
Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itulah ia mengenal filsafat atheis yang dianut kelompok Hegelian-kiri. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasinya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin. Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakan nya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) : ” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.”
Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan  negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat (kaum paling bawah di negara Romawi). Marx merupakan kaum terpelajar dan  politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme. Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional.
Dalam hidupnya,Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti, ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal.

2) MAO ZEDONG  (CINA)
Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi kehidupannya kelak. Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik Konfusianisme. Pada tahun 1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat.  
Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Cina. Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis. Mao mendirikan  partai pada tahun 1921 dan Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun 1937  ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah Cina. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis , Mao menjadi pemimpin kaum  Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun 1949.
Pada tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik Rakyat Cina diproklamasikan dan pemimpin Cina nasionalis; Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan. Dalam PKT Mao sendiri sejak tahun 1943 adalah ketua sekretariat partai dan Politbiro tetapi sebenarnya ia mengontrol seluruh partai sampai ia mati pada tahun 1976. Kepemimpinan mungkin tidak kejam secara vulgar seperti Stalin tetapi kekerasan kebijakannya dan kelakuannya yang semau dirinya sendiri membawa rakyat Cina terpuruk ke dalam kehancuran dan kesengsaraan yang luar biasa.

3) ERICH SELIGMAN FROMM.
Erich Fromm lahir pada tanggal 23 Maret 1900, di Frankfurt Am main. Erich adalah seorang terkenal internasional psikolog sosial, psiokoanalis, humanistic filsuf, dan demokrasi sosialis. Ia memulai studi akademis pada tahun 1918 di University of Frankfurt am Main dengan dua semester dari yurispredensi. Pada tahun 1919 musim panas, Fromm belajar di Universitas Heidelberg, di mana Ia beralih dari yurispudensi untuk belajar sosiologi di bawah pimpinan Alfred Weber ( adik Max Weber), dan Heinrich Rickert Fromm mendapatkan gelar Ph D dalam sosiologi dari Heidelberg pada tahun 1922. Pada tahun 1930, Ia bergabung dengan Frankfurt institut penelitian sosial dan menyelesaikan pelatihan psikoanalitis. Pada tahun 1934, Fromm pindah ke Janewa, kemudian ke Universitas Columbia di New York.
Pada tahun 1943 Dia meninggalkan Columbia, Fromm membantu membentuk cabang New York dari Washington School of Psychiatry, dan pada tahun 1946 bersama-sama mendirikan Alanso William White Institut of Psychiatry, Psikoanalisis, dan Psikologi.
Pada tahun 1950-an Fromm pindah ke Meksiko,  di Meksiko Dia menjadi professor di Universitas Otonom Nasional Meksiko dan membentuk bagian Psikoanalitik di sekolah kedokteran. Ia mengajar di UNAM hingga pension pada tahun 1965.
Pada tahun 1974 Ia pindah ke Muralto ( Lcarno ), Swiss, dan meninggal di rumahnya pada tahun 1980. Lima hari sebelum Ia meninggal, Fromm mempertahankan praktik klinis sendiri dan menerbitkan serangkaian buku. Fromm percaya bahwa kebebasab adalah salah satu aspek sifat manusia bahwa kita dapat menerima atau melarikan diri. Dia juga mengamati menganut kebebasan kita akan sehat, sedangkan kebebasan melarikan diri melalui penggunaan mekanisme, melarikan diri adalah akar dari konflik psikologis. Melarikan diri ada tiga mekanisme yang di uraikan Fromm adalah robot kesesuaian, otoritarianisme, dan merusak, robot sesuai dengan merubah diri ideal seseorang untuk apa yang dianggap sebagai jenis yang disukai masyarakat kepribadian, kehilangan seseorang yang sejati. Penggunaan sesuai memindahkan beban pilihan dari diri sendiri kepada masyarakat. Otoriterisme adalah membiarkan diri dikendalikan oleh orang lain. Hal ini menghilangkan kebebasan memilih hampir seluruhnya dengan mengirim kebebasan kepada orang lain. Terakhir, destruktif adalah setiap proses yang mencoba untuk menghilangkan orang lain atau dunia secara keseluruhan untuk menghindari kebebasan. Fromm mengatakan bahwa kehancuran dunia adalah yang terakhir hampir putus asa mencoba menyelamatkan diri agar tidak hancur oleh itu ( 1941 ).
C. KONSEP-KONSEP PEMIKIRAN

1.    KARL HEINRICH MARX
Pemikiran Marx tentang ide-ide sosialis, perjuangan  masyarakat kelas bawah, terutama disebabkan karena ia lahir di tengah pertumbuhan industri yang berbasis kapitalis. Perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan buruh dengan jam kerja yang sangat panjang setiap hari , yang sifatnya paten dan dengan upah yang sangat minim. Upah yang sangat minim yang diperoleh para buruh, bahkan hanya cukup membiayai makan sehari.
Marx melihat kelas sosial yang tercipta berdasarkan hubungan kerja yang terbangun antara para pemilik modal dan buruh sangat bertentangan dengan prinsip keadilan. Kelas sosial paling bawah yang terdiri atas kelompok buruh dan budak, sering diistilahkan dengan kaum ploretar. Adanya kelas sosial yang menciptakan hubungan yang tidak seimbang tersebut, membawanya pada pemikiran ekstrem, penghapusan kelas sosial. Konsep Marx tentang lahirnya masyarakat tanpa kelas dinilai utopis. Hal ini terutama dihadapkan pada dimensi kodrati manusia yang lahir dengan kekhasan dan keberagaman dalam segala hal, termasuk dalam tinjauan kelas-kelas sosial. Namun, preperensi tersebut justru menjadi inspirasi bagi manusia untuk memaknai hidupnya sebagai sebuah perjuangan, perjuangan untuk memperbaiki nasib, untuk hidup yang lebih baik. Permasalahan tidak berhenti pada adanya kelas sosial ansich, akan tetapi ide Marx yang humanis ingin menggugah kesadaran manusia tentang kehidupannya, tidak menyerah kepada nasib dan dogma agama sekalipun.
Mengembalikan kesadaran manusia untuk memaknai hidupnya adalah inti dari pemikiran Marx. Sistem kapitalisme telah membawa alam kesadaran para buruh pada kondisi keterasingan (alienasi).
Menurut Marx ada empat aspek utama yang membuat kita teralienasikan dari kerja kita di bawah kapitalisme, yakni:
1)        Pertama, alienasi dari produk terlihat dari pola pekerja yang memproduksi sebuah objek namun tidak berkuasa untuk menggunakan atau memiliki obyek tersebut.
2)        Kedua, alienasi dari aktivitas produksi.
Menurut Marx, pembagian kerja kapitalis yang secara tipikal telah membawa pekerja pada degradasi keahlian (deskilling), setiap individu direduksi hanya pada satu  tugas yang repetitif dan tidak perlu memakai otak, mereka tidak beda dengan mesin, diprogram untuk membuat gerakan yang sama berulang-ulang.
3)        Ketiga, alienasi dari esensi-spesies.
Marx berpendapat bahwa di bawah kapitalisme, mayoritas perkerja tidak dapat menikmati ciri-ciri khas manusiawinya. Mereka berproduksi setengah hari mempertaruhkan seluruh kemampuan didorong untuk dan dari bekerja. Bagi Marx para pekerja baru merasa menjadi manusia ketika mereka tidak bekerja.
4)        Keempat, bekerja dengan jam kerja yang panjang, para buruh sangat susah memperoleh waktu untuk berinteraksi dengan orang lain, bahkan terkadang waktu untuk keluarga pun tereduksi oleh pekerjaan. Bahkan  menurut Marx, kita hanya menganggap diri kita hanyalah orang yang pergi bekerja untuk mendapatkan uang, kemudian pergi ke toko dan menghabiskannya,  pada titik ekstrem mengarahkan kita menjadi masyarakat konsumtif.

Dialektika pemikiran Marx dalam menggugat kapitalisme, tidak hanya berhenti pada konsep kerja dan alienasi, Marx mengemukakan dua postulat yang utama,
1)   pertama, determinisme ekonomi, yang menyatakan faktor ekonomi adalah penentu fundamental bagi struktur dan perubahan masyarakat.
2)   kedua, menyentuh mekanisme perubahan (change), yang menurut pandangan Marx, perubahan sosial itu harus dipahami dalam arti tiga fase atau tahap yang selalu tampak.
Tiga tahapan tersebut merupakan skema dialektik, yang idenya dipinjam dari seorang filsuf Jerman, George Hegel (1770-1831). (1) tesis (affirmation); (2) antitesis (negation), dan (3) sintesis (reconciliation of oppsites).

Ketimpangan hubungan  ekonomi (determinisme ekonomi) bagi Marx telah menjadi faktor penting dalam  menata sturktur dan  perubahan masyarakat. Tambahan  mengenai mekanisme perubahan meliputi tiga fase (tesis, antitesis, dan sintesis) yang ia kutip dari Hegel, semakin menguatkan gagasannya mewujudkan masyarakat tanpa kelas, sebagai sebuah sintesis antara sistem feodal dan kapitalisme.
Visi Marx untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas merupakan gambaran praksis dari ide dasar materialisme sosialisnya. Sistem feodal yang tergantikan oleh sistem kapitalis telah membawa perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial. Marx yakin suatu saat, kapitalisme akan  menemui kehancuran dan melahirkan sintesis, komunis sebagai ideologi kekuatan baru, masyarakat tanpa kelas.

2) MAO ZEDONG
Mao banyak berpikir tentang materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktek.  Konsep falsafi Mao yang terpenting adalah konflik.  Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolute. Hal ini ada dalam  proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir”. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut,  jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi  yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah dogma kepercayaan.
Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik. Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham  Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.



Mao membedakan dua jenis konflik;
1)      konflik antagonis
Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja. Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis
2)      konflik non-antagonis.
konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi.
sedangkan  konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah  konflik non-antagonis.

3) ERICH SELIGMAN FROMM
Fromm percaya bahwa kebebasan adalah salah satu aspek sifat manusia bahwa kita dapat menerima atau melarikan diri. Dia juga mengamati menganut kebebasan kita akan sehat, sedangkan kebebasan melarikan diri melalui penggunaan mekanisme, melarikan diri adalah akar dari konflik psikologis. Melarikan diri ada tiga mekanisme yang diuraikan Fromm adalah
(1)  Robot kesesuaian,
Robot sesuai dengan merubah diri ideal seseorang untuk apa yang dianggap sebagai jenis yang disukai masyarakat kepribadian, kehilangan seseorang yang sejati. Penggunaan sesuai memindahkan beban pilihan dari diri sendiri kepada masyarakat.
(2)  Otoritarianisme,
Otoriterisme adalah membiarkan diri dikendalikan oleh orang lain. Hal ini menghilangkan kebebasan memilih hampir seluruhnya dengan mengirim kebebasan kepada orang lain.
(3)  Merusak,
destruktif adalah setiap proses yang mencoba untuk menghilangkan orang lain atau dunia secara keseluruhan untuk menghindari kebebasan. Fromm mengatakan bahwa kehancuran dunia adalah yang terakhir hampir putus asa mencoba menyelamatkan diri agar tidak hancur oleh itu ( 1941 )

D. CONTOH PENERAPAN MARXISME DALAM KARYA SASTRA PUISI

Di bawah ini adalah contoh penerapan marxisme dalam puisi berjudul  Kau pun Tahu  karya Acep Zamzam Noor

Kau pun Tahu

Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam pengembaraanku
Bintang-bintang yang kuburu
Semua meninggalkanku
Lampu-lampu sepanjang jalan
Padam, semua rambu seakan
Menunjuk ke arah jurang

Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam setiap ucapanku
Suara yang masih terdengar
Berasal dari kegelapan
Kritik-kritik yang kusemburkan
Menjadi asing dan mengancam
Seperti bunyi senapan

Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam puisi-puisiku
Kota telah dipenuhi papan-papan iklan
Maklumat-maklumat ditulis orang
Dengan kasar dan tergesa-gesa
Mereka yang berteriak
Tak jelas maunya apa

Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Dalam doa-doaku
Aku sembahyang di comberan
Menjalani hidup tanpa keyakinan
Perempuan-perempuan yang kupuja
Seperti juga para pemimpin itu –
Semuanya tak bisa dipercaya

Kau pun tahu, tak ada lagi cinta
Di negeriku yang busuk ini
Pidato dan kentut sulit dibedakan
Begitu juga tertawa dan menangis
Mereka yang lelap tidur
Bangunnya pada kesiangan
Padahal ingin disebut pahlawan

Dalam puisi di atas, terdapat lima pengulangan kritik ‘cinta’ yang diawali frase ‘tak ada lagi’ sebagai bentuk penegasian sempurna. Ini tentunya menyiratkan penekanan bahwa ‘cinta’ sebagai suatu konsep abstrak dimaknai sebagai suatu fakta kongkrit yang tadinya ada dan hadir dalam realitas sosial, kini telah hilang karena berbagai masalah yang melingkupi realitas itu. Di sini kemudian ditemukan empat realitas yang dikategorikan bermasalah karena hilangnya ‘cinta’: realitas alam  (Kau pun tahu, tak ada lagi cinta/ Dalam pengembaraanku—bait pertama); realitas bahasa (Kau pun tahu, tak ada lagi cinta/ Dalam setiap ucapanku—bait kedua) dan (Kau pun tahu, tak ada lagi cinta/ Dalam puisi-puisiku—bait ketiga); realitas keagamaan/religiusitas (Kau pun tahu, tak ada lagi cinta/ Dalam doa-doaku—bait keempat); dan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara (Kau pun tahu, tak ada lagi cinta/ Di negeriku yang busuk ini—bait kelima).
Acep Zamzam sengaja memilih diksi ‘cinta’ yang dapat dimaknai sebagai bentuk ideologi tandingan, yang seharusnya ada dan selalu hadir dalam setiap realitas. Dalam perspektif Marxis, hal ini menunjukan adanya hubungan yang realistis antara teks dengan konteks.

Hasil Analisis
·                     Bait pertama, penggunaan diksi kongkrit justru memunculkan penafsiran metaforis tentang rusaknya alam: kritik ‘jurang’ merupakan metafor dari kematian/kerusakan.
·                     Di bait kedua dan ketiga, kita juga di suguhi unsur metafor yang justru berasal dari diksi kongkrit, i.e. kritik-kritik ……./ Seperti bunyi senapan; maklumat-maklumat yang ditulis ……../ Dengan kasar, yang menunjukan bahwa ‘cinta’ (sopan-santun) dalam berbahasa sudah hilang.
·                     Bait Keempat merupakan puncak transformasi makna ‘cinta’ menjadi sebuah kritik sosial. Ini karena terlihat  ada relevansi yang jelas antara Acep Zamzam sebagai seorang penyair yang notabene putera seorang ulama besar dengan konsep keagamaan yang dia yakini, atau yang dalam perspektif Marxis disebut authorial ideology. Dalam bait keempat ini kita bisa melihat kritik sosial yang bernuansa relijius—yang ditransformasi dari authorial ideology-nya Acep Zamzam—bahwa ternyata hilangnya ‘cinta’ (toleransi dan kedamaian) membuat agama sudah kehilangan arah, karena tidak ada lagi keyakinan dan teladan yang dapat diikuti: Aku sembahyang di comberan/ Menjalani hidup tanpa keyakinan ………. Seperti juga pemimpin-pemimpin itu/ Semuanya tak bisa dipercaya.
·                     Pada bait kelima, makna ‘cinta’ kemudian ditransformasikan menjadi prinsip politik yang luhur (demokrasi, kejujuran). Namun, keluhuran ini sudah terkikis habis karena kejujuran sudah tidak menjadi dasar murni politik: Pidato dan kentut sulit dibedakan ……., sehingga yang muncul kemudian adalah para badut politik yang ingin disebut pahlawan, padahal mereka tertidur lelap dalam kebusukan mereka sendiri. Bait inilah yang kemudian dapat disebut sebagai antiklimaks; sebuah proses transformasi makna ‘cinta’ melalui frase ‘tak ada lagi cinta’, yang semuanya berujung pada makna kehancuran dan kerusakan realitas sosial. Dilihat dari perspektif Marxis, di sini sekali lagi Acep Zamzam mencoba menghadirkan ‘cinta’ sebagai ‘ideologi’ yang menandingi ideologi bangsa yang sudah carut marut.

Dalam hal ini, puisi Acep Zamzam di atas layak disebut puisi ideologis, yang menghadirkan wacana dan makna kritik ‘cinta’ sebagai sebuah ideologi untuk mengkritik realitas sosial yang ada. Dan untuk konteks sekarang, Indonesia memang sudah kehilangan makna kritik ‘cinta’ yang sebenar-benarnya.

E. PENUTUP
 Teori Marxisme adalah  teori yang memunculkan adanya wacana untuk menyamakan status social dan ekonomi antara  kaum  proletar dengan kaum borjuis. Secara garis besar dari ketiga pendapat tokoh  di atas,  inti teorinya adalah menginginkan adanya kebebasan sebebas-bebasnya untuk kaum proletar agar bisa menjadi manusia yang seutuhnya.  
Dampak positif dan negatif akan  muncul dari penerapan teori  marxisme ini. Dampak positifnya adalah adanya kesetaraan status social, dimana kesempatan  kaum  marginal (proletar) untuk memenuhi keinginan  hidupnya dan hak kemanusiaannya akan terbuka sangat lebar, selain itu kesempatan untuk memperbaiki taraf  hidup dalam hal ekonomi juga akan terbuka lebar. Tetapi akan   muncul juga adanya kondisi masyarakat materialis yang egois-sentris.

DAFTAR PUSTAKA

Engels. 2006. Tentang Kapital Marx. Bandung:Akatiga


Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxian. Yogyakarta: Kreasi Wacana

KOMPETENSI KOMUNIKATIF DAN HIERARKINYA

Budi Jatmiko


Bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi. Tentunya dalam berkomunikasi akan selalu ada sebuah tujuan. Tujuan dalam berkomunikasi akan tercapai apabila baik si penutur atau petutur memilik beberapa kompetensi yang mendukung. Setidaknya ada lima kompetensi yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu (1) Kompetensi wacana (KW), (2) Kompetensi Linguistik (KL), (3) Kompetensi tindakan (KT), (4) Kompetensi sosial-budaya (KSB) dan (5) kompetensi strategis (KS).


            A.      Pengertian
(1) Kompetensi Wacana adalah kompetensi yang berhubungan dengan pemaknaan konteks pembicaraan; (2) Kompetensi Linguistik adalah kompetensi yang berkaitan penguasaan yang baik terhadap kosa kata, pelafalan, makna, dan tata bahasa dengan baik; (3) Kompetensi tindakan adalah kompetensi yang berhubungan dengan dunia nyata dan bersifat aplikatif; (4) Kompetensi social-budaya adalah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan memposisikan diri penutur demi ketercapaian tujuan komunikasi; (5) Kompetensi Strategis adalah kemampuan untuk mampu mempertahankan laju komunikasinya hingga berhasil mencapai tujuan komunikasi yang diinginkannya


           B.     Hierarki kompetensi komunikasi

 Dari kelima kompetensi tersebut di atas, kompetensi wacanalah yang merupakan inti dari keberhasilan komunikasi, dapat dikatakan demikian karena ketika penutur bertutur dalam konteks berkomunikasi, ia terlibat pada sesuatu yang sifatnya kompleks, yaitu tataran wacana. Dalam kacamata sintaksis, wacana adalah tingkatan tertinggi yang merupakan pertimbangan awal dalam analisis tuturan. Bukti lain yang mengatakan bahwa kompetensi wacana adalah yang paling penting adalah bahwa banyak komunikasi yang tidak sambung, atau bertepuk sebelah tangan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengerti wacana atau konteksnya. Misal, banyak orang yang tidak nyambung ketika diajak bicara politik, padahal dari sisi kompetensi yang lain si penutur menguasainya dengan baik. Sedangkan untuk keempat kompetensi dibawahnya akan menjadi dasar yang kokoh bagi penciptaan kompetensi wacana (KW) sehingga kelangsungan komunikasi bisa lancar

Jumat, 13 Januari 2012


LATAR SOSIAL DAN KULTURAL PEMBELAJARAN BAHASA


I.    PENDAHULUAN
Dalam interaksi sosial, kita tidak jarang menemukan bahwa apa yang kita ucapkan atau kita sampaikan kepada lawan bicara tidak bisa dipahami dengan baik. Kegagalan memahami pesan ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: beda usia, beda pendidikan, beda pengetahuan, dan lain-lain. Pemilihan kata-kata yang sesuai untuk kepentingan interaksi sosial sangat tergantung pada budaya tempat bahasa itu digunakan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Sumarjan & Partana (2002: 20) bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk sosial atau budaya tertentu, bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Di sini bahasa bisa dianggap sebagai cermin zamannya. Artinya, bahasa itu dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat, tergantung kultur daerah yang bersangkutan.
Dalam pembelajaran atau pendidikan sudah bisa dipastikan menggunakan bahasa untuk mencapai tujuannya. Sangat menarik apabila kita mengkaji bahasa dalam ruang lingkup pembelajaran, dimana tidaklah mungkin bisa terlepas dari faktor masyarakat sebagai penggunaannya dan budaya sebagai faktor yang mempengaruhi bahasanya.
Makalah ini  akan mengulas tentang apa itu hakikat bahasa, masyarakat dan budaya, apa fungsi bahasa, apa hubungan bahasa, masyarakat dan budaya serta bagaimana pembelajaran bahasa dikaitkan dengan konteks budaya dan masyarakat.


II.   PEMBAHASAN

A.     Hakikat dan Fungsi Bahasa, Masyarakat dan Budaya

           1)     Hakikat dan Fungsi Bahasa

Hakikat Bahasa
Alwasilah (1993: 82-89) menyebutkan bahwa hakikat bahasa adalah sebagai seberikut ini.

a)    Bahasa itu sistematik,
Sistematik artinya beraturan atau berpola. Bahasa memiliki sistem bunyi dan sistem makna yang beraturan. Dalam hal bunyi, tidak sembarangan bunyi bisa dipakai  sebagai suatu simbol  dari suatu rujukan (referent) dalam berbahasa. Bunyi mesti diatur sedemikian rupa sehingga terucapkan.  Kata pnglln tidak mungkin muncul secara alamiah, karena tidak ada vokal di dalamnya.  Kalimat  Pagi ini Faris pergi ke kampus, bisa dimengarti karena polanya sitematis, tetapi kalau diubah menjadi  Pagi  pergi ini kampus ke Faris  tidak bisa dimengarti karena melanggar sistem.

b)   Bahasa itu manasuka (Arbitrer)
Manasuka  atau arbiter adalah acak, bisa muncul tanpa alasan. Kata-kata (sebagai simbol) dalam bahasa  bisa muncul tanpa hubungan logis dengan yang disimbolkannya.  Mengapa makanan  khas yang berasal dari Garut itu disebut dodol bukan dedel atau dudul  Mengapa  binatang panjang kecil berlendir itu kita sebut cacing ? Mengapa tumbuhan kecil itu disebut rumput, tetapi mengapa dalam bahasa Sunda disebut jukut, lalu dalam bahasa Jawa dinamai suket ? Tidak adanya alasan kuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas atau yang sejenis dengan pertanyaan  tersebut. Bukti-bukti di atas menjadi bukti bahwa bahasa memiliki sifat arbitrer, mana suka, atau acak semaunya.

c)    Bahasa itu vokal
Vokal dalam hal ini berarti bunyi.  Bahasa mewujud dalam bentuk bunyi.  Kemajuan teknologi dan  perkembangan kecerdasan manusia memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis, tetapi sistem tulis tidak bisa menggantikan ciri bunyi dalam bahasa.  Sistem penulisan hanyalah  alat untuk menggambarkan arti di atas kertas, atau media keras lain. Lebih jauh lagi, tulisan berfungsi sebagai  pelestari ujaran. Lebih jauh lagi dari itu,  tulisan menjadi pelestari kebudayaan manusia. Kebudayaan manusia purba dan manusia terdahulu lainnya bisa kita prediksi karena mereka meninggalkan sesuatu untuk dipelajari. Sesuatu itu antara lain berbentuk tulisan.

d)   Bahasa itu simbol
Simbol adalah lambang sesuatu,  bahasa juga adalah lambang sesuatu. Titik-titik air yang jatuh dari langit diberi simbol dengan bahasa dengan bunyi  tertentu. Bunyi tersebut jika ditulis adalah hujan.  Hujan adalah simbol linguistik yang bisa disebut kata untuk melambangkan titik-titik air yang jatuh dari langit itu.  Simbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa berupa goresan tinta  berupa gambar di atas kertas.  Gambar adalah bentuk lain dari simbol.   Potensi yang begitu tinggi yang dimiliki bahasa untuk menyimbolkan sesuatu  menjadikannya  alat yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika  manusia tidak memiliki bahasa,  betapa sulit mengingat dan menkomunikasikan sesuatu kepada orang lain.


e)    Bahasa itu mengacu pada dirinya
Sesuatu disebut bahasa jika ia mampu dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri.  Binatang  mempunyai bunyi-bunyi sendiri  ketika bersama dengan sesamanya, tetapi bunyi-bunyi yang mereka gunakan tidak bisa digunakan untuk  membelajari bunyi  mereka sendiri. Berbeda dengan halnya bunyi-bunyi yang digunakan oleh manusia ketika berkomunikasi. Bunyi-bunyi yang digunakan manusia bisa digunakan untuk menganalisis bunyi itu sendiri. Dalam istilah linguistik, kondisi seperti itu disebut dengan metalaguage, yaitu bahasa bisa dipakai untuk  membicarakan bahasa itu sendiri.  Linguistik menggunakan bahasa untuk menelaah bahasa secara ilmiah.

f)     Bahasa itu manusiawi
Bahasa itu manusiawi dalam arti bahwa  bahwa itu adalah kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia.  Manusialah yang berbahasa  sedangkan hewan dan tumbuhan tidak.  Para ahli biologi telah membuktikan bahwa berdasarkan sejarah evolusi,  sistem komunikasi binatang  berbeda dengan sistem komunikasi manusia, sistem komunikasi binatang tidak mengenal ciri bahaya manusia sebagai sistem bunyi dan makna. Perbedaan itu kemudian menjadi pembenaran menamai manusia sebagai  homo loquens  atau  binatang yang mempunyai kemampuan berbahasa. Karena sistem bunyi yang digunakan dalam bahasa manusia itu berpola makan manusia pun disebut homo grammaticus, atau hewan yang bertata bahasa.

g)   Bahasa itu komunikasi
Fungsi terpenting dan paling terasa dari bahasa adalah  bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi. Bahasa berfungsi sebagai  alat mempererat antar manusia dalam komunitasnya, dari komunitas  kecil seperti keluarga, sampai komunitas besar seperti negara. Tanpa bahasa tidak mungkin terjadi interaksi harmonis antar manusia, tidak terbayangkan bagaimana bentuk kegiatan sosial antar manusia tanpa bahasa. Komunikasi mencakup makna  mengungkapkan dan menerima pesan, caranya bisa dengan berbicara, mendengar, menulis, atau membaca. Komunikasi itu bisa beralangsung dua arah, bisa pula searah.








Fungsi Bahasa

Berbicara mengenai fungsi bahasa, tentu tidak lepas dari sejarah perkembangan bahasa itu sendiri. Prof. Dr. Gorys Keraf dalam bukunya yang berjudul "Komposisi". Menguraikan fungsi bahasa menjadi empat fungsi, yaitu :

a) Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Ini merupakan fungsi bahasa yang utama. Manusia membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan segala perasaan dan pikiran kepada manusia lain.


b) Bahasa Sebagai Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri

Bahasa membantu manusia menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam benak setiap manusia, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan "keberadaan" manusia itu sendiri (eksistensisme diri). Hal-hal yang mendorong ekspresi diri antara lain adalah agar menarik perhatian orang lain terhadap kita dan keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.

c) Bahasa Sebagai Alat untuk Mengadakan Integrasi dan Adaptasi  Sosial
                         
Ingat bahwa bahasa merupakan bagian dari kebudayaan sehingga bahasa juga mengambil peran dalam perkembangan kebudayaan manusia. melalui bahasa, manusia perlahan-lahan belajar untuk semakin mengenal segala adat-istiadat, tingkah laku, dan tata krama yang berlaku dalam masyarakatnya. Manusia berusaha menyesuaikan dirinya (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Sebagai ilustrasi sederhana, seorang pendatang baru dalam sebuah masyarakat tertentu tentu berusaha menyesuaikan dirinya terhadap masyarakatnya supaya mudah dan cepat diterima dan bergaul dengan lingkungan barunya.

d) Bahasa Sebagai Alat untuk Kontrol Sosial

kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain.Lalu apa hubunganny dengan bahasa? Bahasa mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. Proses sosialisasi itu dapat terwujud dalam beberapa hal sebagai berikut: pertama keahlian bicara. kedua, bahasa merupakan saluran yang utama di mana kepercayaan dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak yang tengah tumbuh. Ketiga, Bahasa melukiskan dan menjelaskan peranan yang dilakukan si anak untuk mengidentifikasi dirinya supaya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Keempat, bahasa menanamkan rasa keterlibatan pada si anak tentang masyarakat bahasanya.

                   2) Hakikat Masyarakat

Menurut Paul B. Horton & Hunt (dalam artikelnya di http://lidahtinta.wordpress.com) berpendapat bahwa masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan yang sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia.

Unsur-unsur masyarakat antara lain :
1. Kumpulan orang
2. Sudah terbentuk dengan lama
3. Sudah memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri
4. Memiliki kepercayaan(nilai), siap dan perilaku yang dimiliki bersama
5. Adanya kesinambungan dan dan pertahanan diri
6. Memiliki kebudayaan

              3)     Hakikat Budaya

Menurut Mastsumoto (melalui Douglas Brown 2008 : 206) budaya adalah sebuah aturan yang dinamis, eksplisit dan implicit yang dibangun oleh kelompok-kelompok untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Matsumoto menyertakan penjelasan konsep-konsep penting yang melekat pada definisi tersebut.
·         Dinamis
·         System aturan
·         Kelompok dan unit
·         Kelangsungan hidup
·         Sikap, nilai, keyakinan, norma dan perilaku
·         Dianut bersama sebuah kelompok
·         Dijaga secara berbeda oleh setiap unit khusus
·         Dikomunikasikan lintas generasi, relative stabil
·         Berpotensi berubah seiring dengan berjalannya waktu

 
 B.    Hubungan Masyarakat, Budaya dan Bahasa

Bahasa sebagai hasil budaya atau kultur mengandung nilai-nilai masyarakat penuturnya Selain itu, faktor budaya juga berhubungan dengan bahasa. Peranan bahasa dalam dalam hal ini sangatlah besar. Hampir semua kegiatan manusia memerlukan bantuan bahasa. baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan khusus seperti kesenian, ilmu pasti dan pendidikan, Berikut bagan hubungan masyarkat, budaya dan bahasa.


Bagan 1
Hubungan Masyarakat, Budaya dan Bahasa




 









Komunikasi
 






Keterangan :

1.    Masyarakat menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, secara tidak langsung pastilah masyarakat (individu) berinteraksi dengan sesama (penutur dan petutur). Hasil dari interaksi tersebut menghasilkan perilaku yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan atau budaya

2.    Masyarakat melakukan proses berpikir. Hasil dari berpikir menghasilkan pemikiran. Budaya di sini dapat diartikan sebagai sesuatu yang dihasilkan dari proses berpikir individu / masyarakat.

3.    Bahasa dan pikiran memiliki hubungan timbal-balik dapat dipahami bahwa pikiran di sini dimaksudkan sebagai sebuah perwujudan kebudayaan.

C.    MASYARAKAT, BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Masyarakat, budaya dan bahasa adalah hal yang tidak dapat terpisahkan. Ketika kita mempelajari bahasa suatu daerah pastilah kita bersingungan juga dengan masyarakat sebagai pemakainya dan secara tidak langsung, kita juga pasti akan bersinggungan dengan budaya masyarakat tersebut. Secara singkat masyarakat, budaya dalam pembelajaran bahasa dapat dilihat dalam bagan 2.


Bagan 2
Masyarakat, Budaya dalam Pembelajaran Bahasa













PEMBELAJARAN BAHASA
 


 









------ = hubungan tidak langsung

____ = hubungan langsung


Dari bagan di atas, terlihat jelas bahwa dalam mempelajari bahasa tidaklah mungkin dapat terlepas dari budaya dan masyarakat di mana bahasa tersebut digunakan. Bahasa dan budaya seolah tak pernah dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, terutama dalam dunia pendikan (pembelajaran) bahasa itu sendiri.
Dewasa ini dalam pembelajaran bahasa, kemampuan berbicara fasih menyerupai penutur asli (masyarakat) bukan lagi menjadi hal yang paling utama. Pemahaman terhadap budaya dari bahasa yang dipelajari terbukti berperan penting dalam menentukan keberhasilan penyampaian pesan dan terjalinnya komunikasi yang lancar antara si penutur dan lawan bicaranya. Kemampuan ini sering disebut sebagai intercultural competence.




Moran (dalam artikel di http://pbsindonesia.fkip-uninus.org) dalam pandangan yang serupa juga memberikan penekanan pada keterlibatan pembelajar dalam mempelajari budaya. “Pengalaman budaya” digarisbawahi sebagai kunci belajar budaya.

Moran (2001) kemudian mengajukan sebuah kerangka pengembangan intercultural competence. yang dinamai “cultural knowings” yang terdiri dari empat interaksi pembelajaran yang saling berkaitan, yakni  

1)    “knowing about”,
2)    “knowing how”,
3)    “knowing why”, and
4)    “knowing oneself”.

Dia pun kemudian mengembangkan sebuah model berupa siklus yang terdiri dari

1)    “participation,
2)    “description”,
3)    “interpretation”, and
4)    “reflection”.

Melalui integrasi kerangka dan model yang dikembangkan ini, bahasa dalam kaitannya dengan belajar budaya dijabarkan melalui empat fungsi utama, yakni

1)     bahasa untuk berpartisipasi dalam budaya,
2)     bahasa untuk mendeskripsikan budaya,
3)     bahasa untuk menafsirkan budaya, dan
4)     bahasa untuk merespon terhadap budaya yang dipelajari tersebut.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa beserta pemahaman akan budayanya akan membantu dalam keberhasilan pembelajaran bahasa tertentu. Model pembelajaran ini telah banyak mengubah paradigma para pengajar dan hal ini tentunya memberikan tantangan baru kepada para pengajar bahasa untuk dapat merancang dan mengaplikasikan pembelajaran yang efektif dalam kelas. Pertimbangan yang cermat harus dilakukan pada saat menentukan aspek budaya apa yang akan diajarkan, dengan menggunakan materi apa, melalui input linguistik apa, dan bagaimana penerapannya dalam kelas. Hasil belajar yang ingin dicapai pun haruslah dinyatakan dengan jelas dan terukur




D.    FENOMENA BAHASA DAN BUDAYA, SERTA HABIT YANG MEMBUDAYA DI TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR

Dalam analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya Kata “Kamu” dan “Kau” misalnya, diucapkan berbeda dalam konteks budaya berbeda.
Kota Tarakan yang multietnik dan berada di daerah kepulauan cenderung menggunakan kata yang tingkat kesopanannya rendah. Misalnya - kata kau banyak dipakai untuk menyatakan kata ganti orang kedua. Jika dianalisis dari unsur kesopanan kata kau dirasa lebih kasar daripada kata kamu. Pilihan kata ini dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya adalah faktor lingkungan atau posisi kota Tarakan yang berada di daerah kepulauan dengan suhu udara yang relatif panas.
  Kasus lain (habit) yang sudah membudaya, pemakaian kata ganti orang ketiga (dia) selalu diikuti kata “orang” di belakangnya, contoh: Dia orang akan ikut kami nanti malam. Jika dianalisis, dalam pemilhan kata, hal tersebut ada unsur kemubaziran atau ketidakefektivitasan; sudah jelas pemakaian dia pasti menujuk pada orang sehingga tidak perlu diikuti kata orang dibelakangnya. Dari sudut pandang EyD bahasa Indonesia, kata tersebut cukup ditulis dengan kata “dia” saja, tanpa penambahan kata orang di belakangnya.
Mengapa ini bisa terjadi? semua ini bisa terjadi karena bahasa itu adalah produk budaya serta bisa juga habit yang membudaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.



III.    KESIMPULAN
Masyarakat, bahasa dan budaya adalah tiga hal yang tidak bisa terpisahkan. Ketika mempelajari bahasa sudah dipastikan juga akan bersinggungan dengan masyarakat dan budaya masyarakat tersebut. Kaitannya dengan pembelajaran bahasa, sangat penting pembelajar mempelajari budaya demi kelancaran dan keberhasilan penyampaian pesan dan terjalinnya komunikasi yang lancar antara si penutur dan lawan bicaranya.

Pengajar bahasa direkomendasikan untuk dapat merancang dan mengaplikasikan pembelajaran yang efektif dalam kelas. Pertimbangan yang cermat harus dilakukan pada saat menentukan aspek budaya apa yang akan diajarkan, dengan menggunakan materi apa, melalui input linguistik apa, dan bagaimana penerapannya dalam kelas. Hasil belajar yang ingin dicapai pun haruslah dinyatakan dengan jelas dan terukur






DAFTAR PUSTAKA

.Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Linguistik Suatu Pengantar.               Bandung:Angkasa
Brown, Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.Jakarta:Person Education

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Keraf, gorys. 2011. Komposisi.  Semarang: Bina Putera