Kamis, 11 September 2014

Legenda Minyak Kuyang


MINYAK KAWIYANG

Penyadur : Budi Jatmiko

Beberapa saat setelah ia mendengar kabar bahwa wanita yang pernah dicintainya akan meninggal, Burhan menangis dan merasa bersalah karena telah menceraikannya. Ia pun mendatangi rumah wanita yang pernah menjadi temannya hidup selama 2 tahun itu.

“Wahai istriku, maafkan aku…aku menyesal telah menceraikanmu.” Bisik lelaki bersuku Jawa itu di telinga istrinya

Sang istri pun tak kuasa menahan air matanya. Setetes air mata keluar dari pelupuk matanya yang keriput.  Dan itu adalah tetes air mata terakhir wanita yang dicintainya.

“Innalilahi wa Innailaihi rojiun” ucap Burhan mengiringi hembusan nafas terakhir mantan istrinya.

Semua orang yang ada di ruangan berukuran 2 x 3 m itu terdiam, tak terkecuali Burhan. Sekejap kemudian keheningan ruangan itu pun pecah kembali dengan terdengarnya suara seorang wanita yang tidak lain adalah adik kandungnya.

“Bapak-bapak mohon bisa keluar ruangan, kami akan segera mengurus jenazah kakak kami ini”  pinta si wanita itu.

Bapak-bapak yang ada di ruangan itu pun menuruti apa yang dikatakan oleh wanita tersebut tak terkecuali Burhan “mantan suaminya” itu. Suasana kesedihan masih menyelimuti hati Burhan, sehingga menggiring ia untuk duduk menyendiri di pojok rumah yang masih beratapkan jerami. Kebetulan di pojok rumah tersebut sangat teduh karena tertutup daun pohon beringin yang rimbun.

Tiba-tiba Burhan merasakan ada seseorang yang entah siapa membisikkan sesuatu ke telinganya.

“Hai pemuda…masuklah ke rumah istrimu..carilah “cupu” yang ia simpan di lemari dan jadikan “cupu” tersebut kenang-kenangan!” bisik suara gaib itu

Sekejap tersadarlah Burhan. Ia putuskan untuk masuk kembali ke rumah mantan istrinya dan segera mencari apa yang dimaksud dalam wangsit yang ia terima lewat bisikan gaib itu.

Bau kampur barus dan bunga melati menyeringai masuk ke hidung Burhan, tapi itu tak menyurutkan niatnya mencari “cupu” yang dimaksud.

Krek….bunyi pintu lemari ia buka. Ia lihat semua isi lemari itu, sampai akhirnya pandangannya pun tertuju pada sebuah benda yang dibungkus kain mori putih yang masih bersih. Sepertinya memang kain tersebut rutin diganti oleh si pemiliknya.

Dengan sedikit keraguan ia ambil benda tersebut. Dibukanya kain yang membungkusnya. Empat botol minyak dengan warna yang berbeda terlihat di dalamnya. Anehnya di tiap botol minyak tersebut terdapat pula semacam “rapalan” dengan bahasa Tidung yang tak dimengerti maksudnya oleh si Burhan.

Dengan segera ia masukkan keempat botol minyak itu ke kantong sakunya dan dibawanya pulang ke rumahnya.

****

Sesampainya di rumah, ia masih belum mengerti arti tulisan yang ada di botol itu. Dipanggil kawannya yang tahu dan mengerti maksud bahasa Tidung. Marinus namanya. Ia adalah lelaki asli Dayak yang merupakan kawan lama si Burhan.

“Kau tahu artinya ini Nus?” Tanya Burhan

“Coba kulihat dulu”, jawab Marinus.

Marinus melanjutkan pembicaraannya.

“O…ini minyak bukan sembarang minyak Han, minyak ini punya khasiat, di suku kami minyak ini kami namakan minyak kawiyang, minyak sumbiluk atau minyak kuyang karena minyak ini bisa mengubah manusia menjadi mahluk terbang Kuyang.” lanjutnya.

Hati Burhan semakin penasaran. Ia lanjutkan pertanyaannya lagi.

“Apa khasiatnya?” Tanya si Burhan

Marinus pun akhirnya berkisah tentang khasiat minyak tersebut. Diceritakan bahwa keempat minyak tersebut memiliki khasiat masing-masing. 

Minyak Kuyang pertama berwarna Hitam, khasiatnya untuk ilmu kebal, tahan terhadap tebasan benda tajam atau tertembak peluru musuh. Khasiat atau apuah lainnya, adalah pemiliknya dapat menghilang dengan cepat dan tanpa jejak.

Minyak Kuyang kedua berwarna merah, khasiat yang dimilikinya adalah untuk ilmu meringankan tubuh, dapat berlari cepat secepat kilat, dan dapat memanggil dan memerintahkan para jin untuk mengikuti perintah yang diberikan si empunya minyak kuyang merah ini.

Minyak Kuyang ketiga berwarna Hijau, dengan khasiat dapat membuat dan mengirimkan ilmu santet, teluh, atau parangmaya kepada orang lain yang dikehendaki. Minyak berwarna hijau ini juga dapat dipakai sebagai minyak untuk awet muda. Caranya, minyak tersebut dipoleskan di leher, kemudian leher yang telah dioles minyak kuyang ini akan terlepas dari raga pemiliknya dan terbang mencari korban untuk dihisap darahnya. Biasanya korban yang dicari adalah wanita yang akan melahirkan. Karena darah yang keluar dari proses persalinan akan mengeluarkan darah yang banyak. Kebanyakan yang belajar ilmu sesat ini adalah para wanita, yang pada siang hari, selalu melilitkan selendang atau penutup kepala pada leher mereka agar bekas olehan minyak kuyang ini tidak terlihat oleh orang lain.

Minyak Kuyang selanjutnya berwarna Kuning, khasiatnya untuk menundukkan hati para perempuan supaya dapat jatuh cinta dan mengikuti keinginan si pemilik minyak kuyang ini.

Mendengar penjelasan dari Marinus, Burhan melamun. Bingung. Ia bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di pikirannya. Pertanyaan siapa sosok yang membisikkan suara kemarin dan untuk apa mantan istrinya memiliki minyak tersebut.

Lamunannya terhenti ketika tiba-tiba Marinus menyapa Burhan.

“Burhan…ngapain kau melamun?”
“Eh..maaf Nus. Aku bingung. Dulu sebelum aku temukan “cupu” ini di lemari istriku, aku diberi wangsit untuk oleh suara gaib yang tidak ku kenal siapa dan pertanyaan selanjutnya untuk apa istriku memilikinya?” kata Burhan

Marinus mengambil rokok dan menyalakannya. Ia duduk di bangku yang disenderkan di pojokkan ruangan karena kakinya tiggaI tiga. Ia menjawab pertanyaan Burhan dengan nada yang datar.

“Kamu ga usah bingung, di suku kami istrimu memang sudah dikenal banyak orang sebagai Kuyang, mahluk yang bisa terbang untuk menghisap darah wanita yang akan melahirkan dan kalau kamu ingin tahu sebenarnya istrimu itu umurnya sudah lebih dari 100 tahun. Dia meninggal karena warga kampung sebelah menangkapnya ketika hendak pulang dari mencari darah”

Sentak Burhan kaget dan terduduk di dipan bambu yang sudah reot. Tubuhnya terkulai lemas.

Marinus mendekat dan memegang kepala Burhan. Dibacakan mantera tepat di atas ubun-ubunnya. Entah apa yang dibacanya. Setelah itu, Burhan dapat kembali tersadar dari pengaruh istrinya, yang tidak lain adalah Kuyang.

--- selesai ---


                                                                                         Tarakan, 11 September 2014, 
                                                                       Pukul 00.00 Wite